Berita
Pemberlakuan PP 13 Tahun 2010 Versus Perda Nomor 19 Tahun 2001
12 Januari 2011 - Pertanahan
Pada Tanggal 22 Januari 2010 Pemerintah pusat menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan berlaku efektif sesuai dengan instruksi Kepala BPN sejak tanggal 1 Maret 2010 di seluruh Indonesia. Dalam PP tersebut diatur bahwa pelaksanaan pemberian izin lokasi, penetapan lokasi dan izin perubahan penggunaan tanah dipersyaratkan adanya pertimbangan teknis pertanahan (Pasal 13).
Dengan persyaratan tersebut maka pemohon izin wajib mendapatkan pertimbangan teknis dari BPN dan dibebani tarif pelayanan pertimbangan teknis pertanahan, yang dihitung berdasarkan rumus sesuai dengan Pasal 14 PP dimaksud.
Disisi lain pemberian izin tersebut adalah kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) sehingga mekanisme dan prosedur perizinan diatur oleh daerah. Pemberian tarif tersebut akan menambah beban pemohon yang akan mengajukan perizinan dimaksud. Berdasarkan Perda 19 Tahun 2001 tentang Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT), kepada pemohon izin dikenakan retribusi yang dihitung berdasarkan indeks x luas tanah x NJOP tahun bersangkutan.
Menilik hal tersebut maka, akan ada dua pungutan atau dua beban yang harus ditanggung oleh pemohon apabila mengajukan izin tersebut yakni PNBP yang ditarik di BPN dan disetorkan ke Kas Negara dan retribusi IPPT yang ditarik oleh daerah dan disetor ke kas daerah. Melihat dari kedua rumus pembebanan baik PNBP dan retribusi IPPT, maka jumlah yang harus dibayarkan oleh pemohon akan semakin bertambah besar. Untuk tarif pelayanan teknis pertanahan yang berlaku di BPN dibayar di muka, artinya semua permohonan masuk wajib membayar PNBP. Sedangkan retribusi IPPT ditarik di belakang apabila permohonan diizinkan. Ini berarti bahwa apabila permohonan ditolak maka pemohon tidak dibebani retribusi.
Dengan demikian dengan diberlakukannya PP diatas, maka setiap pemohon sudah harus membayar sejumlah PNBP apakah permohonannya diizinkan oleh Pemda atau ditolak. Disini akan menimbulkan permasalahan tersendiri, karena apabila ditolak maka pemohon tetap terkena beban PNBP. Disisi lain, dengan dua tarif tersebut tersebut akan menimbulkan pengertian bahwa dalam satu obyek dibebani oleh dua pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Tentunya hal ini tidak sesuai dengan prinsip pungutan yang dilakukan oleh pemerintah.
Disisi lain, pembebanan tersebut juga akan menyebabkan biaya perizinan yang semakin besar. Apabila dikaitkan dengan prinsip-prinsip pelayanan pemerintah, maka biaya tinggi menjadi salah satu faktor atau unsur ketidakadilan birokrasi pelayanan. Disamping itu secara makro akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi bagi daerah, yang sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan ekonomi secara makro.
(Penulis : Alhalik, S.Sos, MT)
sumber
Kirim ke Teman Cetak halaman ini Posting komentar Share on Facebook